Womenpedia.id – Tsai Ing-Wen merupakan presiden perempuan Taiwan selama dua periode. Menariknya, Tsai ini berani menentang kebijakan Tiongkok, terutama mengenai kebijakan Tiongkok yang mengharuskan Taiwan “Pulau Separatis” menyatu kembali sebagai Daratan China.
Meski pesawat jet tempur China kerap memasuki kawasan Taiwan, Ing-Wen menyiapkan armada tempur laut, darat, dan udara untuk mengantisipasi serangan China. Keteguhan dirinya untuk mewujudkan Taiwan berdikari dan terlepas dari aneksasi China. Alasan inilah yang memperkuat Tsai terpilih kembali menjadi Presiden pada awal tahun 2020.
Berlatar Belakang Hukum
Lulus dari i National Taiwan University pada 1978 sebagai sarjana hukum. Dia kemudian melanjutkan studi master hukum di Cornell University Law School, Amerika Serikat (AS), pada 1980 dan berhasil memperoleh gelar Ph.D bidang hukum dari London School of Economics and Political Science, Inggris pada tahun 1984 dengan spesialisasi perdagangan internasional dan hukum persaingan.
Ia mendapar gelar profesor dan sempat mengajar mata kuliah hukum di berbagai perguruan tinggi, antara lain National Chengchi University (1984-1990 dan 1993-2000) serta Soochow University School of Law (1991-1993).
Ing-wen berhasil mencapai puncak dari karier politiknya pada 2016 ketika dia terpilih sebagai presiden perempuan Taiwan pertama. Meski tidak mudah dan kebijakannya sarat kontroversi, perempuan yang juga Ketua Democratic Progressive Party (DPP) ini masih dipercaya warga Taiwan untuk periode keduanya saat memenangkan Pemilu 2020.
Terjun ke Politik
Selain menjadi dosen hukum, Ing-wen sudah terlibat dalam berbagai negosiasi perdagangan Taiwan sejak akhir 1980-an. Sejak 1990, dia berperan penting sebagai kepala penasihat hukum dalam negosiasi Taiwan untuk bergabung dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), hingga akhirnya berhasil menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada 2002.
Mulai akhir 1990-an, di tengah dinamika hubungan lintas selat (istilah lain untuk hubungan Tiongkok-Taiwan), Ing-wen dipercaya sebagai Penasihat Senior untuk Dewan Urusan Daratan (1994-1998), kemudian diangkat menjadi Penasihat Senior untuk Dewan Keamanan Nasional (1999-2000), dan Ketua Dewan Urusan Daratan (2000-2004).
Ing-wen bergabung dengan DPP pada 2004, selanjutnya terpilih sebagai anggota legislatif untuk periode 2005-2006. Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri untuk perideo 2006-2007. Saat DPP kembali ke oposisi, Ing-wen terpilih sebagai Ketua DPP untuk dua periode berturut-turut (2008-2012 dan 2014-2018), dinobatkan sebagai perempuan pertama yang memimpin partai politik terbesar di Taiwan.
Simbol Demokrasi dan Masa Depan Taiwan
Untuk pertama kalinya di Asia, Ing-Wen melegalkan pernikaha sesama Jenis.Tapi justru citranya runtuh di dalam negeri meski diapresiasi komunitas internasional.
Namun, momen politik meningkatkan kredibilitas sebagai sosok yang menjanjikan Taiwan sebagai negara demokrasi dan memiliki kebebasan bernegara.
Berhadapan dengan saingan utamanya Han Kuo-yu, dari Partai Kuomintang (KMT) yang berkeinginan memperbaiki hubungan dengan Tiongkok, Ing-wen berhasil meraih memperoleh 57 persen suara, mengalahkan Kuo-yu dengan 38 persen suara.
Menanggapi keterlibatan Tiongkok dalam kerusuhan di Hong Kong, Ing-wen mewanti-wanti jika Taiwan bisa saja menjadi korban berikutnya dari klaim Beijing atas kebijakan One China Policy. Dia kemudian meminta warga Hong Kong untuk tetap percaya dengan nilai-nilai demokrasi meski sulit untuk mengawalnya.