Simone De Beauvoir, Seorang Filsuf Prancis Sekaligus Ikon Feminis

Simone De Beauvoir, Seorang Filsuf Prancis Sekaligus Ikon Feminis
Simone De Beauvoir merupakan tokoh feminis yang menginspirasi gerakan wanita internasional (Foto: Elenchusphilosophy)

Womenpedia.id –  Simone De Beauvoir merupakan filsuf Prancis yang berpengaruh pada abad ke-20. Ia merupakan ikon Feminis dengan menancapkan pemikirannya mengenai pandangan-pandangan feminisme.

Belajar Filsafat

Simone Beauvoir lahir pada 9 Januari 1908 dari keluarga menengah atas. Ia tumbuh dari kalangan terdidik, sehingga Simone memiliki banyak inspirasi dan pengetahuan moral dari kedua orang tuanya.

Simone mengenyam pendidikan privat di bawah didikan ibunya. Baru pada usia 21 tahun, ia tinggal bersama neneknya dan mulai belajar filsafar di Sorbonne. Pada tahun 1929, Simone menyelesaikan sekolahnya di jurusan filsafat dengan tesis tentang Leibniz. Di saat bersamaan, dia bertemu sekelompok siswa termasuk Paul Nizan, Andre Hermaid, dan Jean Paul Sartre.

Simone De Beauvoir, Seorang Filsuf Prancis Sekaligus Ikon Feminis
Simone De Beauvoir memiliki relasi dekat dengan Jean-Paul Sartre (Foto: The Telegraph)

Kemudian, Sartre dan Simone mulai merajut asmara sekaligus sahabat intelektual yang setara. Bahkan pengaruh mereka menjadi karya yang luar biasa.

Pada tahun tahun antara 1931 dan 1941, Simone melanjutkan hidupnya tinggal bersama neneknya sambil mengajar di sekolah di Marseille, Rouen dan Paris. Ia menjadi Profesor di Universitas Sorbonne dari tahun 1941 sampai 1943.

Karyanya membuat Simone independen secara finansial. Ia mengumpulkan beberapa teman di sekitarnya dan menghabiskan banyak waktu di cafe Paris untuk menulis dan berdiskusi. Ia melanjutkan studinya tentang filsafat Jerman di Berlin untuk sementara waktu, dan menghabiskan sisa waktunya bersama Sartre.

Pada tahun 1943 Simone menulis karya fiksinya berjudul She Come to Stay (Ia datang untuk tinggal), yang didasarkan pengalaman pribadinya bersama Sartre. Novel tersebut  dipengaruhi oleh filosofi Hegel, Heidegger dan Kojeve yang keduanya dipelajarinya bersama Sartre. Karya ini merupakan ujian terjadap problem pilihan dalam sebuah dunia yang absurd dan relasi seorang individu terkait kesadarannya terhadap “liyan”. Karyanya juga dipandang sebagai hasil dari pengaruh eksistensialisme, meski ia terus menerus menolak label eksistensialis akibat kedekatannya dengan Sartre.

Teori Feminisme

Pada dasarnya teori feminisme terbagi dalam tiga aliran, yakni radikal, liberal dan sosial. Beauvoir sendiri tergolong feminisme eksistensialis dan sosialis.

Ia setuju dengan pemikiran Satre bahwa dalam hubungan manusia setiap individu ingin menjadikan manusia lain menjadi objek dan tidak ingin dirinya menjadi objek.  Masalah seperti ini kerap disebut konflik intersubjektivitas. Menurut Simone, kedudukan wanita selalu tertindas karena keberadaannya kurang dihirauan dan bukan objek absolut seperti laki-laki.

Hal tersebut karena berawal dari fakta biologis, misalnya kelemahan organ tubuh wanita, peran reproduktif, ketidakseimbangan hormon, dan lainnya yang menyebabkan para wanita disudutkan. Padahal ada sesuatu yang tidak disadari bahwa sebenarnya wanita telah diigiring kepada definisi makhluk yang tidak berkesadaran. Wanita perlu dibiarkan untuk menghadapi dunia

Karya Luar Biasa

Beauvoir menghasilkan karya-karya yang luar biasa dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan. Karya tersebut diantaranya adalah “Pyrrhus et cineas” (1944), “Who shall die?” (1945), “The ethics of ambiguity” (1947), “America day by day” (1954), “Must we burn sade?” (1955), dan “Memoirs of a dutiful daugther” (1958) .

Selain itu, ada juga karya lain yang berjudul Force of circumstance (1963), Les belles images (1966), The coming of age (1970), dan When things of the spirit come first (1979).

Namun karya yang paling kontroversial adalah “The Second Sex” yang diterbitkan pada tahun 1949. Tulisan itu berisikan 1000 halaman mengenai kritik Beauvoir terhadap patriarki dan menjadikan permepuan menjadi status kelas dua sepanjang sejarah. Bahkan, beberapa kritikus memasukkan karya tersebut sebagai pornografi dan tergolong daftar teks terlarang oleh Vatikan.

“The Second Sex” kembali diterbitkan pada tahun 2009 dengan versi yang sesuai dengan teks aslinya. Dari karya inilah eksistensi Beauvoir mempekuat gerakan feminisme modern.

Perjuangkan Hak Perempuan Hingga Akhir Hayat

Sepanjang hidupnya, Beauvoir bersuara mengenai masalah politik. Dia mendukung undang-undang aborsi di Prancis dan Aljazair, serta kemerdekaan Hongaria. Ia juga mengutuk perang Vietnam.

Dia meninggal pada 14 April 1986 pada usia 78 tahun.

Dia dimakamkan di samping Jean-Paul Sartre di Pemakaman Montparnasse di Paris.

Setelah kepergiannya, sesama penulis feminis Gloria Steinem dan Betty Friedan sama-sama memuji pengaruhnya yang menginspirasi gerakan wanita internasional saat ini.

Related posts