Shi Zhengli, Ahli Virologi Peneliti Virus Corona

Shi Zhengli, Ahli Virologi Peneliti Virus Corona
Shi Zhengli sang “Wanita Kelelawar” peneliti virus corona yang mengingatkan bahwa virus corona senantiasa bermutasi (Foto: Time)

Womenpedia.id – Ahli virologi dari Institut Virologi Wuhan (WIV) Shi Zhengli santer dibicarakan masyarakat dunia. Pasalnya, peneliti dengan julukan “Wanita Kelelawar” ini erat dikaitkan dengan pandemi dunia: COVID 19!

Bahkan hasil penelitian dan pernyataannya menjadi rujukan di kalangan tenaga kesehatan dan peneliti virologi lainnya di seluruh dunia.

Menurutnya, virus Corona akan terus bermutasi. Artinya, varian baru akan muncul seiring peningkatan jumlah infeksi yang memberikan ruang bagi virus untuk bermutasi.

Pernyataan tersebut merujuk pada varian virus Delta yang terdeteksi di India. Strain ini menyebar lebih cepat dan telah terindikasi di 98 negara dan dipredeksi akan terus bermutasi, dikutip dari Organisasi Kesehatan Dunia.

Read More

Kontroversi Dunia

Setelah melakukan penelitian selama kurang lebih satu bulan di Wuhan, tim ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia mempublikasi laporannya di pusat penyebaran (episentrum) pandemi COVID-19 pada 9 Februari 2010 yang masih menyisakan pertanyaan bahwa sumber COVID-19 belum ada sumber pastinya. Bahkan, WHO menyangkal bahwa kecil kemungkinan virus bocor dari laboratorium WIV.

Tak puas dengan hasil penelitian WHO, muncul dugaan “teori konspirasi” yang merupakan dokumen aliansi “Five Eyes” bocor ke publik, dokumen intelijen AS, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Kanada.

Pertama kali dipublikasikan Australian Daily Telegraph, mengutip minimnya protokol keamanan di laboratorium Wuhan sehingga menyebabkan virus “melarikan diri”.

Sontak saja, laboratorim di Wuhan menjadi sorotan dunia dan menjadi penyebab “invasi” penduduk dunia lebih dari 1,5 tahun ini.

Dituding Penyebab Pandemi

Shi bingung ketika tuduhan penyebab pandemi dialamatkan kepada dirinya sejak dirinya menerima sampel yang dianggap “virus baru” oleh petugas otoritas kesehatan setempat.

Menurutnya, ia meneliti kelelawar selama bertahun-tahun yang diambil dari gua-gua di daerah subtropis China di selatan. Bukan di kawasan dingin seperti Wuhan di China tengah.

Pakar virus corona pada kelelawar ini didesak mengunci sampel itu pada 30 Desember 2019. Pasalnya, pejabat kesehatan menunjukkan virus corona baru menyebabkan pneumonia atipikal, bergejala ringan namun berisiko, pada dua pasien Wuhan.

Ketika Shi sedang menganalisis sampel, Virus corona baru menyebar sangat cepat di China. Dalam hitungan bulan, COVID-19 menjadi pandemi dunia.

Bersekutu dengan AS?

Berhembus rumor bahwa hasil penelitian rahasia selama bertahun-tahun mengenai virus corona kelelawar yang dilakukan oleh Shi dibawa ke AS.

Kabar tersebut dibantah langsung oleh Direktur Pusat Penyakit Menular WIV yang menyatakan bahwa Shi tidak mengkhianati negaranya.

Peneliti yang lahir pada tahun 1964 ini memperlajari biologi herediter di Universitas Wuhan. Dia kemudian bergabung dengan IVW, yang dikelola oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China. Lembaga penelitian top di China tersebut dikendalikan oleh Pemerintah Beijing. Selanjutnya, ia menerima gelar PhD virologi dari Universitas Montpellier 2 Prancis.

Karya Shi dikenal sejak dia melacak asal mula virus corona yang menjadi penyebab epidemi Sindrom Pernapasan Akut Parah atau SARS tahun 2002 dan 2003. Kemudian, tim laboratorium Wuhan mengumpulkan dan menguji sample kelelawar liar dan identifikasi kelelawar sebagai sumber patogen.

Dalam makalah yang terbit dalam jurnal Nature pada tahun 2013, dia menemukan virus yang 96,2 persen identik dengan SARS Cov-2, virus penyebab COVID-19, yang berasal dari sampel kotoran kelelawar di sebuah gua di provinsi Yunnan.

Virus Berbahaya Diteliti

Setelah publikasi tersebut, pada tahun 2015 dilakukan penelitian bersama University of North Carolina dan laboratorium Shi menyimpulkan virus mirip SARS dapat berpindah dari kelelawar ke manusia dan belum diketahui pengobatannya.

“Virus ini sangat patogen dan pengobatan yang dikembangkan untuk melawan virsu SARS pada 2002 dan obat ZMapp yang digunakan melawab Ebola gagal mengendalikan virus khusus ini,” jelas Ralph Baris, salah satu penulis penelitian tahun 2015 dari University of North Carolina.

Laboratorium Wuhan yang selama ini kerap dikunjungi diplomat dan ilmuwan AS mengingatkan minimnya protokol keamanan di sana. Laboratorium ini menyimpan lebih dari 1500 jenis virus mematikan.

Ingatkan Bahaya Penyakit Zoonosis

Shi Zhengli, Ahli Virologi Peneliti Virus Corona

Shi mengingatkan agar negara-negara memperhatikan penyakit zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Sejak Mei 2020, Shi membagikan secara transparan mengenai kemunculan virus jenis baru. Menurutnya, saat ini penting untuk mempelajari virus yang dibawa oleh hewan liar. Sebab, bila tidak dipelajari akan membawa wabah baru dan siap sedia menghadapi hal tersebut.

Shi mengaku sedih ketika pemerintahan AS ketika Donald Trump menjabat Presiden dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyuarakn bahwa virus penyebab pandemi berasal dari Institut Virologi Wuhan.

Tetap Waspada

Shi mengatakan bahwa COVID-19 ini merupakan puncak gunung es dari virus yang dibawa hewan liar. Oleh karena itu, manusia bersiap hidup berdampingan dengan virus ini dalam jangka panjang.

Pengendalian yang efektif saat ini adalah menjaga jarak dan penting melakukan vaksinasi demi mencegah terjadinya penyakit kritis.

Related posts