Womenpedia.id – Menonton film “Black Panther” mengingatkan pada sosok para perempuan tangguh berkulit hitam yang mendampingi raja Wakanda. Sebut saja, Nakia, seorang mata-mata sekaligus petarung; Okoye adalah pemimpin pasukan perempuan Dora Milaje; dan Shuri yang merupakan adik Black Panther dan ahli teknologi.
Kisah perempuan-perempuan dari benua Afrika ini bukan fiksi belaka. Dialah Ratu Amina yang berasal dari daratan Nigeria yang membuktikan bahwa perempuan tidak selamanya berada di belakang kaum lelaki yang bertarung.
Memiliki Kemampuan Setara Kaum Lelaki
Amina diprediksi hidup pada tahun 1500 sampai 1600-an. Ia merupakan putri tertua dari pemimpin Zazzau, salah satu negara kota di Kerajaan Hausa yang berada di barat laut Nigeria.
Perempuan Muslim ini dijuluki “Amina, Yar Bakwa Ta San Ra” yang artinya “Amina, anak Nikatau, perempuan yang setara kemampuannya dengan laki-laki”.
Sang ibu, Zazzau naik tahta ketika Amina berusia 16 tahun. Meski kehidupan negeri tentram, Amina justru berambisi untuk lebih menyejahterakan rakyatnya. Ia pun berlatih perang dan mengembangkan pengetahuan mengenai politik.
Setelah ibunya meninggal pada tahun 1566, tahta diduduki oleh Karama, saudara laki-laki Amina. Karama berambisi memperluas kekuasaan Zazzau hingga ke negara kota lain di Kerajaan Hausa.
Dalam catatan sejarah, selama dua tahun pemerintahan Karama, terdapat empat perang terjadi. Dua di antaranya, Amina terlibat dalam perang tersebut.
Karama mangkat setelah 10 tahun diangkat menjadi pemimpin Zazzau. Kemudian, tampuk pemerintahan dipegang oleh Amina. Baru tiga bulan setelah diangkat menjadi ratu, Amina berperang hingga akhir hayatnya pada tahun 1610.
Berperang Demi Amankan Perdagangan
Berperang bagi Amina memiliki alasan kuat, yakni warga Hausa ketika itu unggul dalam kerajinan kulit, tenun, dan benda-benda logam. Di satu sisi, wilayah tetangga unggul di bidang pertanian.
Tentu agar dapat memenuhi kebutuhan satu sama lain diperlukan kerja sama. Tapi, banyak pihak luar yang hendak menguasai wilayah mereka. Sebab, Zazzau berada di persimpangan jalur perdagangan yang menghubungkan utara Afrika, bagian hutan di selatan, dan sebelah barat Sudan.
Kegemaran Amina berperang ini memiliki dua sisi. Di satu sisi memiliki tujuan positif bagi para pedagang Hausa agar nyaman melakukan transaksi dagang dengan pemimpin wilayah lain. Namun, di sisi lain, setiap Amina menang atas suatu wilayah, seperti Nupe di selatan Zazzau dan Kwararafa di utara Zazzau diwajibkan membayar upeti.
Upeti yang dibayarkan wilayah taklukkan Amina seperti Raja Nupe misalnya, memberikan 40 budak laki-laki dan 10.000 biji kola.
Biji kola saat itu merupakan benda bernilai dari Sudan Barat. Rasanya pahit, mengandung afrodisiak, dan berkhasiat meredakan dahaga.
Warisan dari Amina
Untuk urusan berperang, Amina memperkenalkan helm dan pakaian logam sebagai perlengkapan orang Zazzau.
Selain itu, ia membangun benteng-benteng pertahanan sepanjang 15 kilometer di area terluar Zazzau yang dikenal sebagai “Ganuwar Amina” atau tembok Amina. Termasuk juga Amina mendirikan kamp-kamp militer di balik benteng tersebut.
Sosok pemberani Amina menaklukkan sejumlah wilayah di Nigeria menjadi inspirasi warga sekitar. Sebagai bentuk penghormatan, Amina digunakan sebagai nama sejumlah institusi pendidikan. Kemudian, terdapat patung Amina yang tengah memegang tombak dan menunggang kuda di depan National Arts Theater, Lagos, Nigeria.

Kisahnya diangkat menjadi serial TV pada tahun 1990-an berjudul “Xena: The Warrior Princess”. Selain itu, sutrada Izu Ojukwu berinisiatif membuat film sesuai nama Ratu Amina.
Ratu Amina menjalankan pemerintahan Zazzau setelah 34 tahun berkuasa.
Ia dikabarkan tidak menikah dan memiliki anak. Amina tewas di medan perang di Atagara.