Raden Ayu Lasminingrat, Ibu Literasi Pertama Indonesia

Raden Ayu Lasminingrat, Ibu Literasi Pertama Indonesia
RA Lasminingrat merupakan tokoh intelektual asal Garut yang memperjuangkan pendidikan perempuan Indonesia (Foto: Tapak.id)

Womenpedia.id – Nama RA Kartini dan Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh pendidikan perempuan. Namun, kerap terlupakan dari khazanah sejarah Indonesia adalah Raden Ayu Lasminingrat yang juga memiliki peran penting dalam pendidikan perempuan di Indonesia.

Bahkan, disebut-sebut bahwa RA Lasminingrat yang berasal dari Garut, Jawa Barat sebagai tokoh intelektual pertama di Indonesia sebelum RA Kartini dan Dewi Sartika.

Peduli Literasi dan Pendidikan Kaum Perempuan

Lasminingrat lahir pada tahun 1843. Jika dilihat dari sisi tahun lahir, maka Lasminingrat terpaut lebih tua dari 41 tahun dari Raden Dewi Sartika yang lahir pada 4 Desember 1884. Sementara itu, dia terpaut 36 tahun dari Kartini yang lahir pada 21 April 1879.

Read More

Lasminingrat memiliki kecerdasan dalam bidang sastra serupa dengan sang Ayah, Raden Haji Moehammad Moesa, yang dikenal sebagai perintis kesusatraan cetak Sunda, pengarang, ulama, dan tokoh Sunda pada abad ke-19.

Sejak kecil, Lasminingrat diasuh oleh rekan sang ayah, Levyson Norman, seorang Belanda untuk belajar membaca, menulis dan mempelajari bahasa Belanda. Dia merupakan satu-satunya perempuan yang mampu membaca dan menulis, serta berbahasa Belanda. Tidak heran bila Lasminingrat mendapat sebutan Ibu Literasi Pertama Indonesia.

Karya-karyanya tertuang dalam buku-bukunya seperti buku yang berjudul Carita Erman pada tahun 1875 yang merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid. Buku tersebut dicetak sebanyak 6.015 eksemplar dengan menggunakan aksara Jawa, lalu mengalami cetak ulang pada 1911 masih dalam aksara Jawa dan 1922 dalam aksara Latin.

Karya lain dari Lasminingrat adalah Warnasari atawa Roepa-Roepa Dongeng Jilid 1 yang ditulis dalam aksara Jawa yang terbit pada 1876. Karya tersebut merupakan hasil alih bahasa dari tulisan Marchen von Grimm dan JAA Goeverneur, yaitu VertelselsUit Het Wonderland Voor Kinderen, Klein En Groot (1872) dan beberapa cerita Eropa lainnya. Tak berselang lama, Jilid 2 dari karya tersebut terbit di tahun berikutnya yang mengalami cetak ulang pada 1887, 1909 dan 1912 ke dalam aksara Jawa dan Latin.

Mendirikan Sekolah Perempuan

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa Lasminingrat menaruh perhatian pada dunia literasi dan pendidikan bagi perempuan, oleh sebab itu, pada tahun 1907 Lasminingrat mendirikan Sekolah Kautamaan Isteri dan disahkan oleh pemerintah pada tahun 1913. Mulanya, sekolah tersebut berada di Ruang Gamelan Pendopo Kabupaten Garut.

Ketika itu, Lasminingrat merupakan istri dari Bupati Garut yakni RAA Wiratanudatar VIII. Sekolah yang Lasminingrat dirikan pun akhirnya berkembang hingga siswanya mencapai angka 200. Oleh sebab itu, dibangunlah lagi lima ruang kelas tambahan dan cabangnya yang berada di kota Wetan Garut, Bayongbong, dan Cikajang.

Di sekolah Keutamaan Istri, murid-muridnya diajari cara memasak, merapikan pakaian, mencuci, menjahit pakaian, dan segala hal yang ada hubungannya dengan kehidupan berumah tangga. Tujuannya, supaya kelak saat dewasa dan menikah, mereka bisa membahagiakan suami dan anak, juga mengerjakan sendiri apa saja yang berhubungan dengan rumah tangga.

Dekat dengan Dewi Sartika

Lasminingrat memiliki hubungan dekat dengan Dewi Sartika, di mana Lasminingrat dapat dikatakan selayaknya ibu bagi Dewi Sartika dalam bidang perjuangan pendidikan bagi perempuan. Lasminingrat membantu Dewi Sartika dalam perijinan mendirikan sekolah untuk kaum perempuan.

Ketika itu Dewi Sartika mengalami kesulitan meminta izin kepada Bupati Bandung RAA Martanagara untuk mendirikan sekolah. Alasannya, Ayah Dewi Sartika ini dituduh terlibat percobaan terhadap Bupati Bandung dan pejabat Belanda di Bandung dan diasingkan ke Ternate. Dewi Sartika diangap anak musuh politiknya.

Atas bantuan Lasminingrat, akhirnya Bupati Bandung luluh berkat suami Lasminingrat, RAA Wiratanudatar VIII berbicara kepada Bupati Bandung untuk memberi izin kepada Dewi Sartika mendirikan sekolah. Akhirnya, pada Januari 1904, Dewi Sartika akhirnya mendirikan Sakola Istri di Bandung.

Berpulang

Lasminingrat wafat pada usia yang terbilang sangat senja yakni di usia 105 tahun tepatnya pada 10 April 1948 setelah sebelumnya dalam perang kemerdekaan ia mengungsi ke Waaspojok pada 1946. Ia sempat tinggal di sana beberapa lama. Hingga akhirnya ia sakit dan mengembuskan napas terakhir di tanah kelahirannya, Garut.

Related posts