Womenpedia.id – Lee Tai Young merupakan perempuan pertama Korea yang berhasil menjadi pengacara di Negeri Ginseng. Pada tahun 1952, ia berhasil tercatat sebagai perempuan pertama yang masuk ke Seoul National University dan lulus ujian peradilan nasional Korea yang saat itu dikenal sangat sulit.
Lee juga merupakan hakim perempuan pertama dan mendirikan pusat bantuan hukum. Berkat kepiawaiannya di bidang hukum, ia mengubah undang-undang nasional terkait keluarga dan pernikahan.
Tak ketinggalan, perempuan yang lahir di Woon San, Pyung An Pukto, kini wilayahnya menjadi bagian dari Korea Utara ini giat membela hak-hak perempuan Korea, hak asasi manusia, dan perdamaian dunia.
Cerdas Sejak Kecil
Lee lahir pada 18 September 1914. Dia merupakan generasi kedua dari keluarga kristen metodis. Sejak usia 7 tahun, Lee kecil bercita-cita menjadi pengacara meski ketika itu dirinya belum tahu persis apa itu pengacara.
Sang ibu mengatakan kepada dirinya bahwa dibanding dua saudara laki-lakinya, Lee paling cerdas. Menurut ibunya, pendidikan terbaik itu untuk semua kalangan, baik lelaki maupun perempuan.
Lee pun berhasil lulus dari SMA Chung Ei Girls pada tahun 1931. Ia kemudian melanjutkan studi di Ewha Womans College di Seoul, lembaga pendidikan utama bagi kaum perempuan Korea.
Berbagi Waktu Urusan Kuliah dan Rumah Tangga
Setelah meraih gelar sarja di bidang ekonomi pada tahun 1936, dia memutuskan untuk menikah dengan Dr. Chyung Yil-hyung. Pada tahun 1938, pasangan istri-suami ini kemudian pindah ke Seoul, mengikuti lokasi dimana Dr Chyung mengajar di Seminari Teologi Metodis.
Ketika itu Dr Chyung yang pernah belajar di Amerika Serikat ini ditangkap dan dipenjara pada masa Perang Dunia II karena dianggap pihak yang pro Amerika tapi anti- Jepang.
Selama lima tahun suaminya mendekam di penjara, Lee berjuang menghidupi keempat anaknya. Awalnya, dia mengajar ekonomi di sekolah menengah pertama. Namun, penghasilannya tidak cukup. Kemudian, ia menawarkan jasa menjahit, mencuci, hingga berjualan selimut. Bahkan, dia menjadi penyanyi di radio pada malam hari dan bekerja paruh waktu untuk lembaga misionaris.
Berkat dorongan suaminya, Lee belajar di Seoul National University dan lulus pada usia 38 tahun dan meraih gelar doktor di universitas yang sama.
Tidak mudah bagi Lee untuk belajar hukum, di mana dirinya berbagi antara kelas dan anak-anaknya. Ia meminta kerabatnya untuk merawat anak-anaknya. Dia pun menyewa kamar selama beberapa bulan demi menghadapi ujian yang ketat.
Akhirnya, Lee lulus sebagai perempuan pertama dalam ujian National Judicial Examination pada tahun 1952. Bahkan, setelah kelulusannya, banyak orang meminta bimbingan, nasihat hukum dan penghiburan secara gratis. Mereka semua adalah perempuan dan miskin.
Hadapi Pemerintahan Otoriter
Setelah perang Korea berakhir tahun 1957, Lee kemudian membuka pusat konseling yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Selain itu, lembaga yang dirikannya menjadi wadah bagi penduduk ibu kota dan sekitarnya mencari keadilan melalui mediasi dan solusi rasional.
Atas kerja kerasnya memperjuangkan keadilan bagi perempuan Korea, Lee mendapatkkan penghargaan Ramon Magsaysay atau populer disebut Asian Peace Prize pada tahun 1975.
Lee yang yakin terciptanya demokrasi liberal di Korea justru membuat dirinya bermasalah dengan Presiden Park Chung Hee yang otoriter. Sebab, Lee meminta Park mundur dari jabatannya. Dia pun menerima konsekuensinya berupa menjalankan percobaan selama tiga tahun pada tahun 1977 dan tidak boleh menjalankan profesi hukumnya selama 7 tahun.
Setelah bebas, reputasi Lee meningkat dan mendirikan Pusat Bantuan Hukum Korea untuk relasi keluarga. Dirinya menyakini bahwa kedamaian dalam keluarga akan menciptakan perdamaian di dunia. Lembaga tersebut telah melayani lebih dari 10.000 klien setiap tahunnya.
Kasus-kasus yang ditangani didominasi oleh 70 persen kasus perempuan. Seperti halnya, pernikahan yang terjadi belasan tahun harus kandas karena ada orang ketiga, maka perempuan itu berhak mendapatkan 30 persen dari harta gono-gini.
Ada pula kasus pengabaian, permukulan hingga pelecehan juga ditangani di lembaga tersebut. Kerap pula pasangan yang dipanggil untuk melakukan konseling bersama.
Lee sendiri menyediakan ruang khusus dengan dekorasi tradisional Korea yang nyaman dan masing-masing mengutarakan perasaannya.
Lee juga banyak menulis buku terkait isu perempuan dan menerjemahkan buku Eleanor Roosevelt “On My Own” ke dalam bahasa Korea.
Kematian
Tepat pada usia 84 tahun, Lee meninggal dunia pada 16 Desember 1998. Dia akan selalu dikenang sebagai pengacara perempuan pertama di Korea.
Lee telah berkontribusi dalam mengubah nasib perempuan Korea yang sebelumnya hanya berkuat dalam urusan rumah tangga.