Jakarta, 29 Mei 2023– Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) saat ini menjadi salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan beban ekonomi dan sosial yang substansial dan semakin meningkat. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa saat ini PPOK menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia, dengan jumlah kematian lebih dari 3 juta jiwa , yang tentunya menjadi tantangan bersama untuk semakin memperkuat pelayanan kesehatan dalam mengatasi PPOK.
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Prof. dr. Wiwien Heru Wiyono, PhD, Sp.P (K) menekankan pentingnya menjawab tantangan pengobatan PPOK di Indonesia, “Eksaserbasi mempercepat penurunan fungsi paru yang menjadi ciri utama perburukan PPOK, serta mengakibatkan berkurangnya aktivitas fisik, kualitas hidup yang lebih buruk, dan peningkatan risiko kematian pada kasus yang lebih berat. Ditambah lagi, pasien PPOK umumnya enggan mengunjungi fasilitas kesehatan, sehingga keadaan ini sukar ditangani akibat kondisi pasien yang terlanjur memburuk”.
Hal ini mendorong profesional kesehatan gencar dalam mengoptimalkan tatalaksana PPOK, edukasi serta pencegahannya. GSK bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) dan Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) pada hari ini (29/05) bersama-sama berkomitmen untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat untuk melengkapi kompetensi tenaga kesehatan menggunakan platform pendidikan kesehatan paru berbasis digital dalam rangka mendukung program prioritas dari Kementerian Kesehatan RI untuk mengatasi PPOK.
Acara hari ini spesial dihadiri oleh Prof. Paul Jones, MD, Ph.D., salah satu ahli kesehatan paru dunia dari Universitas London St. George, Inggris. Beliau mengembangkan beberapa modalitas penilaian PPOK seperti St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ), COPD Assessment Test (CAT), Exacerbations of Chronic Pulmonary Disease Tool (EXACT), dan COPD Exacerbation Recognition Tools (CERT) yang mendukung ketepatan penilaian awal dan eksaserbasi pasien PPOK. Beliau juga berperan aktif dalam banyak studi mengenai PPOK, dan menjadi salah satu anggota komite ilmiah Inisiatif Global untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (GOLD) dalam 10 tahun terakhir.
Penandatanganan kerjasama antara PDPI dan GSK untuk platform EducAIR dan kampanye Peduli Paru OK ini disaksikan dan didukung oleh perwakilan Direktorat Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan dan perwakilan dari Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan RI. Kerjasama kampanye Peduli Paru OK antara PDPI dan GSK untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang PPOK dapat membantu awam memahami risiko penyakit ini.
Figure 1. Penandatanganan kerjasama platform EducAIR dan kampanye Peduli Paru OK
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menegaskan untuk memperluas akses skrining, dan pembaruan edukasi PPOK bagi nakes dan awam. Untuk itu, EducAIR hadir sebagi platform e-learning atau continuous medical education (CME) berbasis digital untuk melengkapi pemahaman seputar Asma dan PPOK dengan harapan dapat mendukung tatalaksana Asma dan PPOK yang optimal.Platform ini telah dimulai sejak September 2021 dan ditujukan bagi dokter umum dan dokter paru. Program ini adalah bentuk kemitraan antara GSK dan PDPI dalam rangka mereduksi peningkatan kasus PPOK di Indonesia.
Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Triya Damayanti, Sp.P(K), Ph.D mengungkapkan, “Kerjasama platform edukasi berbasis digital EducAIR antara PDPI dan GSK harapannya dapat terus membarui pemahaman PPOK pada dokter umum dan dokter paru”.
GSK juga berkomitmen penuh dalam memperkuat kolaborasi dengan PDPI dan Kementerian Kesehatan RI, utamanya dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang PPOK melalui program kampanye Peduli Paru OK, sekaligus secara aktif berkontribusi dalam edukasi berkelanjutan bagi nakes secara digital melalui platform EducAIR.
dr. Calvin Kwan menambahkan “Peduli Paru OK merupakan upaya meningkatkan literasi tentang PPOK, agar awam dapat mencari pertolongan lebih dini apabila mengalami gejala PPOK. Harapannya, kecemasan pasien dan angka perburukan PPOK dapat berkurang”.
Dengan hadirnya Gerakan Peduli Paru OK, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang PPOK, termasuk penyebab, gejala, dan cara pencegahannya. Begitu pun dengan platform EducAIR yang dipersiapkan dapat memperbaharui pemahaman dokter umum dan nakes lainnya dalam memperluas akses skrining, dan edukasi PPOK. Hal ini mencakup dukungan emosional dan informasi yang diberikan oleh komunitas, keluarga, dan profesional kesehatan. (Dianri)